Hai readers, selamat pagi🙋🏻♀️. Semoga dalam keadaan sehat selalu ya
Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat Hari Radio Nasional yang beberapa hari lalu baru saja berulang tahun tepatnya di tanggal 11 September.
Kalau bicara soal radio, bisa dibilang ini sarana media informasi favorit saya sampai sekarang. Dirumah masih punya radio jadul warisan bapak yang usianya sudah 2 dekade tapi tetap awet berfungsi. Setiap pagi dari jam 6 sampai jam 9, rutin saya nyalakan buat mendengarkan siaran berita dan ceramah agama. Pokoknya selalu menemani pagi hari sambil mengerjakan aktivitas. Sedangkan kalau ibu saya, paling suka mendengarkan hiburan campur sari di radio. Kalau readers sendiri bagaimana, apakah salah satu yang masih suka menikmati siaran radio? 😊
Seiring perkembangan jaman, media kontemporer yang sudah ada sejak Indonesia merdeka telah banyak bermetamorfosa. Tidak lagi sebagai media penyiaran berita saja, melainkan juga menjadi media hiburan serta media informasi yang tentu saja mendidik bagi para pendengarnya. Terlebih kini informasi yang disampaikan semakin dikemas dengan packaging yang menarik dan pembawaan penyiar yang mengasyikkan dan tidak monoton. Topik yang dibahas pun selalu menarik, mengangkat isu-isu hangat, dan berhubungan dengan kehidupan. Kemudahan teknologi saat ini, tak jarang ada beberapa radio swasta yang saat siaran itu live di instagram ataupun youtube. Jadi, tidak cuma bisa mendengarkan suara penyiarnya saja, tapi bisa langsung melihat bagaimana wajah dan ekspresi penyiarnya, bahkan narasumber atau bintang tamu yang diundang siarang bareng.
Masih dalam suasana hangat merayakan hari Radio Nasional, baru-baru ini Ruang Publik KBR mengudarakan sebuah talkshow berkolaborasi bersama NLR Indonesia, organisasi non-pemerintah (LSM) yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta. Acara ini diselenggarakan pada Senin, 13 September 2021 secara live streaming melalui channel Youtube Berita KBR serta disiarkan di 100 jaringan radio KBR dari Aceh sampai Papua.
Tema yang diusung sangat menarik yaitu Gaung Kusta di Udara. Meski bukan kali ini saja Ruang Publik KBR berkolaborasi dengan NLR Indonesia dalam menyuarakan isu-isu seputar disabilitas dan kusta. Namun, mengkampayekan kepada publik menjadi sangat penting untuk memberikan literasi serta pemahaman tentang disabilitas dan kusta dengan baik dan benar.
Saya termasuk yang beruntung untuk bisa ikut menyaksikan langsung acara ini secara live streaming di Youtube. Sebagai blogger yang turut diundang oleh KSB (Komunitas Sahabat Blogger) untuk menghadiri acara ini, diharapkan informasi yang diterima dapat disuarakan melalui tulisan, sehingga menarik publik untuk menaruh perhatian terhadap isu disabilitas dan kusta.
Dalam talkshow kali ini menghadirkan dua orang narasumber yaitu dr. Febrina Sugianto (Junior Technical Advisor NLR Indonesia), dan Malika (Manager Program & Podcast KBR). Bertindak sebagai Host yakni Rizal Wijaya dari KBR.
Karena masih ada hawa ulang tahun Radio Nasional, Host KBR menyapa narasumber dengan bertanya apakah masih mendengarkan radio?. Ini menarik lho readers. Ternyata kedua narasumber masih tetap mendengarkan radio. Seperti dikatakan oleh dr. Febrina, masih dengerin radio kalau lagi nyetir atau kalau lagi di jalan. Ia pun menyampaikan ucapan selamat Hari Radio, semoga tetap menjadi salah satu media sarana informasi yang digunakan oleh masyarakat yang dipakai jangka panjang dan bertahun-tahun selanjutnya.
Apakah Disabilitas & Kusta, kelompok marjinal?
Sebagai masyarakat awam, mungkin kita pernah mendengar tentang isu-isu marjinal atau orang-orang yang masuk dalam kelompok marjinal. Tapi tahukah readers sebenarnya apa sih kelompok marjinal itu?. Jika mendengar penjelasan dari Malika mengatakan kelompok marjinal ini artinya mereka yang mengalami hambatan struktural maupun kultural dalam pemenuhan hak-hak kewarganegaraannya, baik karena kelas ekonomi, identitas, sosial, agitasi politik, gender, hingga perbedaan kemampuan fisik maupun mental.
Menilik dari penjelasan tersebut serta literatur, mereka yang termasuk pada kelompok marjinal adalah kelompok masyarakat miskin, perempuan miskin dan disabilitas. Dengan demikian, kaum difabel termasuk penyandang kusta dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) adalah mereka yang tergolong kelompok marjinal.
Masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap kaum disabilitas dan OYPMK menyulitkan bagi mereka untuk mendapatkan hak-hak sepenuhnya sebagai warga negara. Untuk itulah, Ruang Publik KBR bersama NLR Indonesia, menggiatkan mengangkat isu ini. Bukan untuk bicara tentang hoaks ataupun mitos pada penyakit kusta. Tetapi menghadirkan perbincangan yang dapat membuka wacana agar publik lebih banyak punya perhatian terhadap isu-isu tersebut dan mendorong lebih banyak lagi penerapan kebijakan inklusi baik di pemerintahan maupun perusahaan.
Seperti apa kondisi kusta di Indonesia?
Kalau sedang pulang kampung ke Gunung Kidul, saya pernah menjumpai orang yang ada di pedesaan memiliki penyakit kusta dan sulit untuk melakukan aktivitas normal. Hanya saja, waktu itu saya tidak mengetahui apa sebenarnya penyakit kusta itu?. Mungkin karena di pedesaan, untuk stigma tidak terlalu kelihatan. Namun, harus diakui minimnya pengetahuan tentang gejalanya serta terlambat penanganannya, memberikan dampak fatal yang bisa menjadikan penderitanya menjadi difabel.
Kondisi kusta di Indonesia seperti yang dijelaskan oleh dr. Febrina bahwa kasus kusta di Indonesia dari tahun 2020 itu jumlahnya 16700, turun sebenarnya dari tahun 2019 yang 17439. Di Indonesia sendiri sebanyak 26 provinsi telah mencatat eliminasi kusta. Masih ada 8 provinsi yang belum mencapai eliminasi, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Sementara terdapat 113 kabupaten atau kota yang dilaporkan belum tercapai eliminasi kusta dari 514 kabupaten kota yang tersebar di 22 provinsi di Indonesia. Proporsi kasus anak masih relatif tinggi di 2019 ada 11% , dan di 2020 ada 10%. Sementara, Malika menambahkan Indonesia ternyata negara dengan peringat ketiga kasus kusta terbesar di dunia.
Tentunya merajalelanya kasus ini dan belum tercapai eliminasi kusta kembali kepada faktor-faktor kendala, diantaranya:
- Masih sulitnya aksesibilitas untuk ke kantong-kantong kusta dikarenakan kondisi geografis yang berbeda di Indonesia
- Masalah stigma, dimana penderita sudah terkonfirmasi tetapi tidak mau menjalani pengobatan, ataupun dikucilkan dimasyarakat
- Minimnya pengetahuan masyarakat tentang gejala dari penyakit kusta itu sendiri.
- Tingginya ketidakpahaman dan diskriminasi terhadap orang dengan kusta atau OYPMK.
Lawan hoax atau mitos tentang kusta?
Jika readers pertama kali mendengar kata kusta atau mungkin melihat gambar-gambar yang berseliweran di google tentang penyakit kusta. Apa yang terlintas dalam benak readers? Penyakit yang mengerikan atau turut membenarkan stigma yang beredar, kalau ini adalah penyakit kutukan.
Adalah penting bagi kita memahami literasi dan menyaring informasi dengan baik dan benar. Perlu diketahui readers ada banyak sekali hoaks atau mitos mengenai kusta. Padahal dampak dari penyebaran informasi yang salah, memberikan dampak buruk bagi penderitanya. Diantara hoaks atau mitos yang banyak beredar seperti yang telah diutarakan oleh dr. Febrina Sugianto yakni:
- Kusta bukan penyakit kutukan.
Banyak orang yang masih berpikiran bahwa kusta itu adalah kutukan atau dosa yang dilakukan masa lalu. Ketika di katakana kutukan, mengakibatkan si penderita enggan mencari jalan keluar atau malu untuk mencari pertolongan, sehingga sulit untuk terdeteksi kasusnya.
Opini yang mengatakan kusta dapat menular dengan sentuhan merupakan pendapat yang salah. Kalau ada orang yang menderita kusta, kemudian orang lain tidak dekat, tidak mau bersentuhan dan tidak berada di ruang yang sama . Dampaknya akan buruk kepada penderitanya. Padahal mereka perlu disembuhkan dan dibutuhkan banyak support.
- Kusta tidak menular dengan sentuhan.
Opini yang mengatakan kusta dapat menular dengan sentuhan merupakan pendapat yang salah. Kalau ada orang yang menderita kusta, kemudian orang lain tidak dekat, tidak mau bersentuhan dan tidak berada di ruang yang sama . Dampaknya akan buruk kepada penderitanya. Padahal mereka perlu disembuhkan dan dibutuhkan banyak support.
Potret dibawah ini adalah tentang Putri Diana yang menggebrak mitos bahwa kusta bisa di tularkan lewat sentuhan, dengan cara mengunjungi rumah sakit, bahkan secara langsung menyentuh pasien. Tak hanya di Indonesia, ini juga dilakukan beliau di berbagai negara lainnya saat bertugas.
- Kusta bisa disembuhkan.
- Kusta bukan karena higienitas yang buruk atau kurang menjaga kebersihan.
Apa jenis dan gejala kusta?
Masyarakat publik seringkali mendengar berita hoaks atau mitos yang mengatakan jika penyakit kusta adalah kutukan, sehingga masyarakat mengalami ketakutan yang berlebihan. Padahal seperti yang telah disampaikan ya readers, penyakit kusta dapat disembuhkan, asalkan cepat terkonfirmasi, dan segera mendapatkan penanganan secara tepat.
dr. Febrina Sugianto menuturkan, ada dua jenis kusta yaitu PB (Pausi Basiler) dan Multi Basiler (MB). Untuk di Indonesia sendiri paling banyak yang dihadapi adalah kasus dengan Multi Basiler (MB). Nah, sebenarnya bagaimana sih perbedaan dan gejalanya?
1) Pausi Basiler (PB)
Untuk jenis kasus PB, dilihat dari bentuk lesi (bercak) dikulitnya lebih sedikit antara 1-5, dikarenakan jumlah kumannya sedikit. Terdapat hipopigmentasi, dimana warna kulit lebih cerah dari warna sekitarnya. Misalnya, apabila kulitnya lebih coklat, warna lesinya lebih putih dan bercak lebih muda. Distribusi lesinya asimetris, dalam artian hanya di bagian tubuh tertentu saja. Misalnya, di tubuh bagian kanan saja, lutut saja atau telinga kanan saja.
Tanda utama lainnya, ada mati rasa atau tidak terasa saat disentuh pada bagian lesi yang berwarna lebih muda. Fungsi syaraf juga berkurang di area tersebut, namun hanya menggangu satu fungsi syaraf saja. Misalnya, jika di bagian wajah, maka hanya syaraf wajah saja yang terganggu dan tidak menganggu fungsi syaraf lain.
2) Multi Basiler (MB)
Pada Multi Basiler memiliki ciri-ciri lesi lebih dari 5 sebab kumannya lebih banyak dan menyebar di bagian tubuh lain. Distribusinya lesi lebih simetris, dalam artian tersebar merata di sisi kanan dan sisi kiri. Mati rasanya tetap ada, tetapi mempengaruhi lebih dari satu syaraf. Misalnya di kaki kanan dan kaki kiri, maka kedua syaraf kaki tersebut terganggu fungsinya.
Bagaimana kusta dapat di obati?
Sudah tiga kali mengikuti talkshow Ruang Publik KBR seputar disabilitas dan kusta, memberikan saya pemahaman bahwa sesungguhnya kusta adalah salah satu penyakit menular yang paling sedikit atau paling sulit penularannya, serta kusta dapat disembuhkan.
Senada dengan penuturan dari dr. Febrina Sugianto yang mengatakan menularnya sendiri juga tidak segampang itu orang bisa tertular kusta, karena butuh kontak erat. Kontak erat itu butuh lebih dari 15 jam. Dari 100 orang yang terkontak dengan kusta, yang terinfeksi hanya 5 dan yang bergejala hanya 2 dari 5. Jadi transmission rate-nya sangat rendah.
Pengobatannya yang digunakan adalah disebut MDT (Multi Drugs Therapy). Ini adalah kombinasi obat, bentuknya glister. Bentuk 1 glister satu sachet yang isinya beberapa obat yang diminum setiap hari. Untuk kusta PB, setiap glister satu bulan, 6 glister yang dikonsumsi 6-8 bulan. Sedangkan MB, sama menggunakan 1 glister per bulan tetapi untuk glister yang bisa dihabiskan 12-18 bulan. Jadi 1 glister per bulan.
Seorang pasien tidak akan menularkan penyakitnya setelah menjalani pengobatan. Ketika pengobatan MDT dimulai, setelah 72 jam dari dosis pertama, risiko penularannya sudah jauh sangat turun. Hanya tersisa 20 persen atau hanya kurang dari 20 persen, bahkan menjadi sangat tidak menular. Kusta dapat didiagnosis dan diobati di Puskesmas atau pusat kesehatan terdekat, karena saat ini layanan kusta sudah terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan umum di seluruh Indonesia.
Apa saja program yang dilakukan NRL dan menyasar siapa saja?
Sebagai lembaga yang berkomitmen untuk memberantas kusta serta melawan stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta. Sebagaimana disampaikan oleh dr. Febrina Sugianto, NLR Indonesia memiliki tiga program utama guna meningkatkan pemahaman serta awareness masyarakat, yaitu:
- Zero Transmission (menghentikan transmisi)
- Zero Disability (mencegah terjadinya kecacatan)
- Zero Exclusion (menurunkan stigma)
Saat ini program yang tengah diunggulkan oleh NLR Indonesia yakni project SUKA (Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta) dengan menyasar pada masyarakat publik secara umum melalui talkshow di radio secara bulanan, kegiatan webinar bagi mahasiswa khususnya ilmu kesehatan, melalui produksi konten media-media yang sensitif disabilitas termasuk kusta di dalamnya. Berikut juga melibatkan sektor di tiap talkshow dan workshop untuk memfasilitasi prinsip inklusif disabilitas dalam lingkungan kerja.
Bagaimana peran Ruang Publik KBR dalam menyuarakan tentang kusta?
Media memiliki peran yang sangat penting sebagai corong penyampaian informasi kepada publik. Ruang Publik KBR sebagai media yang menyajikan informasi inspiratif dan terpercaya, turut ambil peran dalam membantu mengkampanyekan isu seputar disabilitas dan kusta guna membantu terwujudnya hak-hak tersebut.
Malika sebagai Manager Program & Podcast KBR menyampaikan bahwa melalui representasi media, isu dan kelompok marjinal bisa pelajari secara sosial. Dia bisa mempengaruhi proses kebijakan publik, artinya representasi yang minim ini membuat masyarakat dan kebijakan publik mengabaikan keberadaan atau aspirasi kelompok-kelompok marjinal juga disabilitas. Representasi yang keliru ini bisa mereduksi keberadaan atau aspirasi kelompok marjinal. Ini bisa berujung pada eksklusi sosial, dan diskriminasi.
Kolaborasi antara Ruang Publik KBR dengan NLR Indonesia bertujuan untuk meningkatkan literasi kepada masyarakat terkait kusta dengan mengangkat beragam isu-isu sensitif disablitas dan kusta dalam koridor yang benar. Membawa isu ini tidak hanya dalam ruang talkshow baik online maupun offline, tetapi juga berkembang ke dalam podcast agar akses publik mendapatkan informasi semakin mudah, memberikan pemahaman dan mendorong tentunya kepada OYMPK atau orang dengan kusta ini menjadi mandiri.
Selain disiarkan di 100 radio jaringan KBR di seluruh Indonesia, juga dinaikkan ke dalam bentuk podcast Ruang Publik di channel KBR Prime (www.kbrprime.id). Sementara kolaborasi KBR dengan NLR Indonesia pada podcast yakni project Suka (Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta). Goals bersama dari kolaborasi ini adalah penyampaian informasi dapat tersampaikan kepada publik dengan baik, dan harapannya menurunnya stigma dan tidak ada lagi diskriminasi terhadap disabilitas dan kusta.
Readers, tayangan Talkshow selengkapnya dapat di tonton pada link YouTube berikut https://youtu.be/37K4zTR4PlI
Comments
Post a Comment